Rabu, 05 Agustus 2009

Metriyunas: "Apakah di Peraturan Desa boleh ada Sanksi Pidana?"

Metriyunas Bertanya:"Apakah Perdes boleh Memuat Sanksi Pidana?"

Jawaban Otong Rosadi Sementara ini adalah:

Secara prinsip seluruh peraturan hukum (perundang-undangan) boleh memuat sanksi. Karena hukum mengatur kaidah yang mengandung perintah dan larangan, kaidah yang bersifat anjuran (kebolehan) tentu tidak perlu diberikan sanksi.
Namun, demikian UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan bahwa 'hanya pada undang-undang dan peraturan daerah saja, ketentuan mengenai sanksi boleh diatur".
Artinya, hukum positif kita melarang adanya ketentuan sanksi dimuat dalam Peraturan Desa. Saya sependapat dengan pandangan UU No. 10 Tahun 2004, karena beberapa alasan di bawah ini:
1. Ketentuan (kaidah/norma) larangan dan perintah serta sanksi hanya dapat disusun (dibentuk) oleh lembaga pembentukan Perundang-undangan (UU dan Perda), dan lembaga itu haruslah parlemen (kekuasaan legislatif ) di Indonesia dlm hal ini DPR dan Presiden, DPRD dan Pemerintah Daerah.
2. Pada tataran implementasi akan kesulitan jika di Desa juga dibolehkan mengatur sanksi pidana. Lembaga atau aparatur hukum mana yang akan menerapkan kaidah hukum ini.
3. Masyarakat Desa dibentuk (terbentuk) berdasar pada asas kekeluargaan, karenanya sanksi pidana yang nyata (dalam bentuk kurungan atau denda) akan merusak sendi-sendi kekeluargaan itu. Lebih-lebih sekarang ini, pada saat Desa kehilangan ketokohannya.
4. Dalam konteks kesatuan hukum nasional, maka sebaiknya Desa atau Pemerintahan terendah dengan nama lainnya sebaiknya jangan diberi wewenang/urusan di bidang hukum yang akan membuat kesatuan sistem hukum bertambah kacau balau.
5. Kepala Desa dan BPD sebaiknya diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa hukum melalui musyawarah saja (perdamaian 'Hakim Desa').
Wallhu'alam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar